Pembangunan yang terus meningkat di segala bidang,
khususnya pembangunan di bidang industri, semakin meningkatkan pula jumlah
limbah yang dihasilkan termasuk yang berbahaya dan beracun yang dapat
membahayakan lingkungan dan kesehatan manusia. Untuk mencegah timbulnya
pencemaran lingkungan dan bahaya terhadap kesehatan manusia serta makhluk hidup
lainnya, limbah bahan berbahaya dan beracun harus dikelola secara khusus agar
dapat dihilangkan atau dikurangi sifat bahayanya.
Pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas telah
mendorong Pemerintah untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 19 Tahun 1994 tanggal 30 April 1994 tentang Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 26,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3551) yang kemudian direvisi
dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1994 tentang Pengelolaan
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1995 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3595).
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1994 ini kembali diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 31) dan terakhir
diperbaharui kembali melalui Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 1999 tentang.
Dasar hukum dari dikeluarkannya Peraturan Pemerintah
ini antara lain adalah Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3215)
sebagaimana kemudian diperbaharui dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699, mulai
berlaku sejak diundangkan tanggal 19 September 1997) serta Undang-undang Nomor
5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara tahun 1984 Nomor 22,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3274).
Lingkungan hidup didefenisikan oleh Undang-undang
Nomor 4 Tahun 1982 sebagai kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan,
dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi
kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.
Sedangkan yang dimaksud dengan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya
terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan
penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan pengawasan, dan
pengendalian lingkungan hidup.
Inti masalah lingkungan hidup adalah hubungan timbal
balik antara makhluk hidup (organisme) dengan lingkungannya yang bersifat
organik maupun anorganik yang juga merupakan inti permasalahan bidang kajian
ekologi.
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagaimana telah diubah
oleh Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup menyatakan bahwa pengelolaan lingkungan hidup
diselenggarakan dengan asas tanggung jawab negara, asas berkelanjutan, dan asas
manfaat dan bertujuan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang
berwawasan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan manusia Indonesia
seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Kata-kata “pembangunan berkelanjutan yang berwawasan
lingkungan hidup” sebagaimana tercantum dalam tujuan tersebut di atas merupakan
“kata kunci” (key words) dalam rangka melaksanakan pembangunan dewasa ini
maupun di masa yang akan datang. (Koesnadi Hardjasoemantri, 1990: 127).
Istilah “pembangunan berkelanjutan yang berwawasan
Lingkungan” merupakan suatu terjemahan bebas dari istilah “sustainable
development” yang menggambarkan adanya saling ketergantungan antara pelestarian
dan pembangunan. Istilah ini untuk pertama kalinya mulai diperkenalkan oleh The
World Conservation Strategy (Strategi Konservasi Dunia) yang diterbitkan pada
tahun 1980 yang menekankan bahwa kemanusiaan, yang merupakan bagian dalam alam,
tidak mempunyai masa depan kecuali bila alam dan sumber daya alam dilestarikan.
Dokumen ini menegaskan bahwa pelestarian tidak dapat dicapai tanpa dibarengi
pembangunan untuk memerangi kemiskinan dan kesengsaraan ratusan juta umat
manusia.
MELINDUNGI MASYARAKAT SEKITAR PERUSAHAAN INDUSTRI
Masyarakat sekitar perusahaan industri harus di
lindungi dari pengaruh-pengaruh buruk yang mungkin ditimbulkan oleh
industrilisasi dari kemungkinan pengotoran udara, air makanan, tempat sektar
dan lain-lain oleh sampah, air bekas dan udara dari perusahaan-perusahaan
industri.
Semua perusahaan industri harus memperhatikan
kemungknan adanya pencemaran lingkungan, dimana segala macam hasil buangan
sebelum di buang harus betul-betul bebas dari bahan yang bisa meracuni.
Untuk maksud tersebut sebelum bahan-bahan tadi
keluar dari suatu industri harus diolah dahulu melalui prose pengolahan. Cara
pengolahan ini tergantung dari bahan apa yang di keluarkan. Bila gas atau ua
beracun bisa dengan cara pembakaran atau dengan cara pencucian melalui peroses
kimia sehingga gas/uap yag keluar bebas dar bahan-bahan yabg berbahaya, Untuk udara
dann air buangan yang mengandung partikel/ bahan-bahan beracun, bisa dengan
cara pengendapan, penyaringan atau secara reaksi kimia sehigga bahan yang
keluar tersebut menjadi bebas dari baha-bahan yang berbahaya.
Pemilihan cara ini umumnya didasarkan atas
faktor-faktor:
1. Bahaya tidaknya
bahan-bahan buangan tersebut.
2. Besarnya biaya agar secara
ekomomi tidak merugikan perusahaan.
3. Derajat efektifnya cara
yang di pakai
4. Komdisi lingkuangan
sekitar.
Selain oleh bahan-bahan buangan, masyarakat juga
harus melindungi dari bahaya-bahaya oleh karena produk-produknya sendiri dar
suatu industri. Dalam hal ini pihak konsumen harus di hindarkan dari
kemungkinan keracunan atau terkenenya penyakit oleh hasil dari produksi. Karena
inu sebelum dikeluarkan dari perusahaan produk-produk ini perlu pengujian
terlebih dahulu secara seksama dan teliti apahan tidak akan merugikan
manyarakat.
Perlindungan masyarakat dari bahaya-bahaya yang
mungkin ditimbulkan oleh produk-produk industri adalah tugas wewenang Departemen
Perindustrian, PUTL, kesehatan dan lain-lain. Dalam hal ini Lembaga Konsumen
Nsional akan sangat membantu masyarakat dari bahaya-bahaya ketidakstabiln
hail-hasil produksi khususnya bagi para konsumen umunnya bagi kepentingan
manyarakat.
Selain itu, pengetahuan tentang keselamatan kerja
mengenai pencegahan dan sebab-sebab terjadinya kecelakaan merupaka hal yang
tidak kalah penting dalam hal melindungi masnyarakat dari bahaya yang di
hasilkan di lingkungan industri, hal tersebut adalah sebagai berikut,
Pencegahan merupakan cara yang paling efektif
Dua hal terbesar yang menjadi penyebab kecelakaan
kerja yaitu : perilaku yang
tidak aman dan kondisi lingkungan yang tidak aman,
berdasarkan data dari
Biro Pelatihan Tenaga Kerja, penyebab kecelakaan
yang pernah terjadi sampai
saat ini adalah diakibatkan oleh perilaku yang tidak
aman sebagai berikut,
1. sembrono dan tidak hati-hati
2. tidak mematuhi peraturan
3. tidak mengikuti standar prosedur kerja.
4. tidak memakai alat pelindung diri
5. kondisi badan yang lemah
Persentase penyebab kecelakaan kerja yaitu 3%
dikarenakan sebab yang
tidak bisa dihindarkan (seperti bencana alam),
selain itu 24% dikarenakan
lingkungan atau peralatan yang tidak memenuhi syarat
dan 73% dikarenakan
perilaku yang tidak aman. Cara efektif untuk
mencegah terjadinya kecelakaan
kerja adalah dengan menghindari terjadinya lima
perilaku tidak aman yang telah
disebutkan di atas.
Sebab-Sebab terjadinya Kecelakaan
Suatu kecelakaan sering terjadi yang diakibatkan
oleh lebih dari satu sebab. Kecelakaan dapat dicegah dengan menghilangkan
halhal yang menyebabkan kecelakan tersebut. Ada dua sebab utama terjadinya
suatu kecelakaan. Pertama, tindakan yang tidak aman. Kedua, kondisi kerja yang
tidak aman. Orang yang mendapat kecelakaan luka-luka sering kali disebabkan
oleh orang lain atau karena tindakannya sendiri yang tidak menunjang keamanan.
Berikut beberapa contoh tindakan yang tidak aman, antara lain:
a) Memakai peralatan tanpa menerima pelatihan yang
tepat
b) Memakai alat atau peralatan dengan cara yang
salah
c) Tanpa memakai perlengkapan alat pelindung,
seperti kacamata pengaman, sarung tangan atau pelindung kepala jika pekerjaan
tersebut memerlukannya
d) Bersendang gurau, tidak konsentrasi, bermain-main
dengan teman sekerja atau alat perlengkapan lainnya.
e) Sikap tergesa-gesa dalam melakukan pekerjaan dan
membawa barang berbahaya di tenpat kerja
f) Membuat gangguan atau mencegah orang lain dari
pekerjaannya atau mengizinkan orang lain mengambil alih pekerjaannya, padahal
orang tersebut belum mengetahui
pekerjaan tersebut.
Sumber:
Setiyono, Lutfi, 2010, Pentingnya Kesadaran
atas Kelestarian Lingkungan Industri,http://www.mediaindonesia.com/webtorial/klh/?ar_id=NzAyNg==,
Bogor
Tidak ada komentar:
Posting Komentar