Jumlah penduduk pada
suatu negara selalu mengalami perubahan yang disebabkan oleh faktor kelahiran,
kematian dan migrasi atau perpindahan penduduk. Perubahan keadaan penduduk
tersebut dinamakan dinamika penduduk. Dinamika atau perubahan penduduk cenderung
kepada pertumbuhan.
Pertumbuhan penduduk ialah perkembangan jumlah
penduduk suatu daerah atau negara. Jumlah penduduk suatu negara dapat diketahui
melalui sensus, registrasi dan survei penduduk. Jumlah penduduk Indonesia sejak
sensus pertama sampai dengan sensus terakhir jumlahnya terus bertambah. Sensus
pertama dilaksanakan pada tahun 1930 oleh pemerintah Hindia Belanda. Sedangkan
sensus yang pernah dilakukan oleh pemerintah Indonesia adalah pada tahun 1961,
1971, 1980, 1990 dan yang terakhir 2000. Sensus di Indonesia dilaksanakan oleh
Badan Pusat Statistik (BPS) dan waktu pelaksanaan sensus di Indonesia diadakan
sepuluh tahun sekali.
Perbandingan jumlah,
kepadatan dan laju pertumbuhan penduduk Indonesia dengan beberapa negara lain :
a. Indonesia
dengan Negara ASEAN
Jumlah penduduk : Indonesia menempati urutan pertama
dalam kelompok negara ASEAN
Kepadatan penduduk : Indonesia berada pada urutan
ke-5, yaitu 114 jiwa per km2, Singapura memiliki kepadatan penduduk paling
tinggi dan Brunei Darussalam memiliki kepadatan penduduk terendah
Pada tahun 2005, laju perumbuhan penduduk Indonesia
menempati urutan ke-6 (1,45% per tahun), setelah Laos (2,3% per tahun) Filipina
(2,0% per tahun) Malaysia (1,80% per tahun), Brunei Darussalam (1,9% per
tahun), Kamboja (1,8% per tahun) serta Singapura dan Thailand (0,8% per tahun)
b. Indonesia
dengan Negara-negara di Dunia
Jumlah penduduk Indonesia berada pada urutan ke-4
(215,27 ju ta jiwa), setelah Cina (1,306 milyar jiwa), India (1,068 milyar
jiwa) dan Amerika Serkat (295 juta jiwa) pada tahun 2005.
Negara terpadat penduduknya adalah Macao (22.260
jiwa per km2), setelah itu Monako(16.135 jiwa per km2) dan Singapura (7.461
jiwa per km2). Indonesia memiliki kepadatan penduduk jauh di bawah ketiga
negara tersebut, yaitu sebesar 341 jiwa per km.
Tingkat pendidikan
adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan
peserta didik, tujuan yang akan dicapai dan kemampuan yang dikembangkan (UU RI
No. 20 Tahun 2003 Bab I, Pasal I ayat 8).
Jalur pendidikan
terdiri atas pendidikan formal, non formal, dan informal yang dapat saling
melengkapi dan memperkaya. Jenjang pendidikan formal terdiri atas jenjang
pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Sebagai persiapan
untuk memasuki pendidikan dasar diselenggarakan kelompok belajar yang disebut
pendidikan prasekolah. Pendidikan prasekolah belum termasuk jenjang pendidikan
formal, tetapi baru merupakan kelompok sepermainan yang menjembatani anak
antara kehidupannya dalam keluarga dengan sekolah.
a.
Tingkat
Pendidikan Dasar
Pendidikan dasar diselenggarakan untuk memberikan
bekal dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat berupa pengembangan
sikap, pengetahuan, dan keterampilan menengah. Oleh karena itu pendidikan dasar
menyediakan kesempatan bagi seluruh warga negara untuk memperoleh pendidikan
yang bersifat dasar yang berbentuk Sekolah Dasar (SD) atau bentuk lain yang
sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau bentuk lain yang sederajat.
UU RI No. 20 Tahun 2003 menyatakan dasar dan wajib belajar pada Pasal 6 Ayat 1
bahwa, “Setiap warga negara yang berusia 7 sampai dengan 15 tahun wajib
mengikuti pendidikan dasar.
b.
Tingkat
Pendidikan Menengah
Pendidikan menengah yang lamanya tiga tahun sesudah
pendidikan dasar, di selenggarakan di SLTA (Sekolah Lanjutan Tingkat Atas) atau
satuan pendidikan yang sederajat. Pendidikan menengah dalam hubungan ke bawah
berfungsi sebagai lanjutan dan perluasan pendidikan dasar, dalam hubungan ke
atas mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan tinggi ataupun
memasuki lapangan kerja.
Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah
umum, pendidikan menengah kejuruan, dan pendidikan menengah luar biasa,
pendidikan menengah kedinasan dan pendidikan menengah keagamaan (UU No. 20
Tahun 2003 Bab VI Pasal 18 Ayat 1-3)
c.
Tingkat
Pendidikan Tinggi
Pendidikan tinggi merupakan kelanjutan pendidikan
menengah, yang diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didik untuk menjadi
anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau profesional yang
yang dapat menerapkan, mengembangkan dan/atau menciptakan ilmu pengetahuan,
teknologi dan/atau kesenian.
Untuk dapat mencapai tujuan tersebut lembaga
pendidikan tinggi melaksanakan misi “Tridharma” pendidikan tinggi yang meliputi
pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat dalam ruang lingkup
tanah air Indonesia sebagai kesatuan wilayah pendidikan nasional.
Pendidikan tinggi juga
berfungsi sebagai jembatan antara pengembangan bangsa dan kebudayaan nasional
dengan perkembangan internasional. Untuk itu dengan tujuan kepentingan
nasional, pendidikan tinggi secara terbuka dan selektif mengikuti perkembangan
kebudayaan yang terjadi di luar Indonesia untuk di ambil manfaatnya bagi
pengembangan bangsa dan kebudayaan nasional. Untuk dapat mencapai dan kebebasan
akademik, melaksanakan misinya, pada lembaga pendidikan tinggi berlaku
kebebasan mimbar akademik serta otonomi keilmuan dan otonomi dalam pengolaan
lembaganya.
Satuan pendidikan yang
menyelenggarakan pendidikan tinggi di sebut perguruan tinggi yang dapat
berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut, dan universitas.
1. Akademi
merupakan perguruan tinggi yang menyelenggaran pendidikan terapan dalam suatu
cabang atau sebagian cabang ilmu pengetahuan teknologi dan kesenian tertentu.
2. Politeknik
merupakan perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan terapan dalam
sejumlah bidang pengetahuan khusus.
3. Sekolah tinggi
ialah perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau
profesional dalam satu disiplin ilmu atau bidang tertentu.
4. Institut
ialah perguruan tinggi terdiri atas sejumlah fakultas yang menyelenggarakan
pendidikan akademik dan/atau profesional dalam sekelompok disiplin ilmu yang
sejenis.
5. Universitas
ialah perguruan tinggi yang terdiri atas sejumlah fakultas yang
menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau profesional dalan sejumlah
disiplin ilmu tertentu.
Laporan dari United
Nations Development Program (2012) menunjukkan IPM Indonesia Indeks Pembangunan
Manusia Indonesia sangat rendah. Pada tahun 2011 IPM Indonesia berada di urutan
124 dari 187 negara yang disurvei, dengan skor 0,617. Hal ini cukup menghawatirkan
karena urutan ini turun dari peringkat 108 pada tahun 2010. Posisi ini tidak
bergeser di kawasan ASEAN. Peringkat pertama IPM adalah Singapura dengan nilai
0,866 dan disusul Brunei dengan nilai IPM 0,838, disusul Malaysia (0,761),
Thailand (0,682,) dan Filipina (0,644). Indonesia hanya unggul dari Vietnam
yang memiliki nilai IPM 0,593, Laos dengan nilai IPM 0,524, Kamboja dengan
nilai IPM 0,523, dan Myanmar dengan nilai IPM 0,483, katanya.
Hal yang menarik untuk
diungkapkan adalah rendahnya IPM Indonesia ini menunjukkan pengaruh alokasi 20
persen anggaran sektor pendidikan dari APBN belum signifikan. Kondisi gambaran
IPM di atas sekaligus menunjukkan kemampuan daya saing SDM Indonesia. Data
terakhir menunjukkan peringkat daya saing SDM Indonesia merosot tajam dari 44
pada tahun 2011 menjadi 46 pada tahun 2012.
Indikator Pendidikan di
Indonesia pada tahun 2010 (BPS 2011) tentang jumlah penduduk yang menamatkan
sekolah berdasarkan stratanya menunjukkan gambaran yang beragam seperti
terlihat pada Tabel 1 berikut ini.
Tabel 1 Jumlah penduduk
usia 15 tahun ke atas yang menamatkan pendidikannya (%) dan Angka Buta Huruf
2010
Tampak pada Tabel di atas, jumlah penduduk yang menamatkan
sekolah dengan tingkat pendidikan rendah relative kecil. Mereka kebanyakan
terus melanjutkan ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Di sisi lain
penduduk yang masih buta huruf relatif masih besar. Mereka yang buta huruf pada
kelompok usia di atas 10-14 tahun mencapai 6,34%. Kemudian pada golongan usia
di atas 14-15 tahun tercatat 7,09% disusul kelompok usia 15-44 tahun yang
mencapai jumlah 1,71%. Sementara mereka yang buta huruf di kelompok usia di
atas 45 tahun mencapai jumlah terbanyak yakni 18,25%. Selain itu mereka yang
buta huruf khususnya yang di atas usia 45 tahun relative besar.
Refrensi:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar